A.
Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Akhlak
Ajaran akhlak muncul bersamaan dengan lahirnya Islam. Nabi Muhammad SAW. diutus untuk
menyempurnakan akhlak. Sebagaimana sabdanya yang mengandung arti: “Bahwasanya aku diutus untuk menyempurnakan
kepribadian yang baik”. Menurut Muhammad ‘Imaduddin Ismail, terminologi akhlak dan syakhshiyah dalam literatur
klasik digunakan secara bergantian, karena memiliki makna satu. Namun dalam
literatur modern, keduanya dibedakan karena memiliki konotasi makna
sendiri-sendiri. Akhlak merupakan usaha untuk mengevaluasi kepribadian, atau
evaluasi sifat-sifat umum yang terdapat pada perilaku pribadi dari sudut baik
buruk, kuat lemah dan mulia rendah. Sementara shakhsiyah tidak terkait diterima
atau tidaknya suatu tingkah laku, sebab didalamnya tidak ada unsur-unsur
evaluasi.
Ajaran akhlak yang berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Sunnah
bersifat absolut dan universal serta mutlak, yakni tidak dapat di tawar-tawar
lagi dan akan berlangsung sepanjang zaman. Namun, dalam penjabaran ajaran
Al-Qur’an yang absolut, mutlak dan universal itu diperlukan akal pikiran manusia.Hasil
pemikiran akal terhadap masalah yang absolut itu bentuknya berbeda-beda sesuai
dengan keadaan masyarakat atau sesuai dengan yang diakui masyarakat. Sebagai
contoh, menutup aurat adalah merupakan akhlak yang bersifat absolut, mutlak dan
universal, tetapi bagaimana cara dan bentuk menutup aurat itu dapat
berbeda-beda.
Berikut ini adalah sejarah pertumbuhan dan perkembangan dari masa (bangsa)
Yunani sampai datangnya peradaban Islam:
1.
Akhlak pada Bangsa Yunani
Pertumbuhan dan perkembangan ilmu akhlak pada Bangsa
Yunani baru terjadi setelah munculnya apa yang disebut Sophisticians, yaitu
orang-orang yang bijaksana (450-500 SM). Sedangkan sebelum itu
dikalangan Bangsa Yunani tidak dijumpai
pembicaraan mengenai akhlak, karena pada masa itu perhatian mereka tercurah
pada penyelidikannya mengenai alam.
Dasar yang digunakan pada pemikir Yunani dalam membangun
ilmu akhlak adalah pemikiran filsafat tentang manusia, atau pemikiran tentang
manusia. Ini menunjukkan bahwa ilmu akhlak yang mereka bangun lebih bersifat
filosofis, yaitu filsafat yang bertumpu pada kajian secara mendalam terhadap
potensi kejiwaan yang terdapat dalam diri manusia atau bersifat antroposentris,
dan mengesankan bahwa masalah akhlak adalah sesuatu yang fitri, yang akan ada
dengan adanya manusia sendiri, dan hasil yang didapatnya adalah ilmu akhlak
yang berdasar pada logika murni.
Pandangan dan pemikiran filsafat yang dikemukakan para
filusuf Yunani itu secara
redaksiaonal berbeda-beda, tetapi substansi dan tujuannya sama, yaitu
menyiapkan angkatan muda bangsa Yunani, agar menjadi nasionalis yang baik lagi
merdeka dan mengetahui kewajiban mereka terhadap tanah airnya.
Sejarah mencatat bahwa filusuf Yunani yang pertama
kali mengemukakan pemikiran di bidang akhlak adalah Socrates (469-399 SM). Socrates dipandang
sebagai perintis ilmu akhlak, karena ia yang pertama kali berusaha
sungguh-sungguh membentuk pola hubungan antar manusia dengan dasar ilmu
pengetahuan dia berpendapat bahwa akhlak dan bentuk pola hubungan itu tidak
akan menjadi benar, kecuali bila didasarkan pada ilmu pengetahuan, sehingga ia
berpendapat bahwa keutamaan itu adalah ilmu. Socrates dianggap seorang yang telah menaruh
dasar-dasar ilmu etika karena dianggapnya dia adalah seorang yang berusaha
sungguh-sungguh untuk menaruh perilaku manusia diatas dasar keilmuan. Pengaruh Socrates ini
juga menimbulkan berbagai aliran ilmu akhlak (etika) yang bermacam-macam dan
terus berlangsung sampai sekarang.
Golongan atau aliran yang terpenting ialah aliran
cynics dan aliran cyrenics yang kesemuanya adalah para pengikut Socrates. Golongan cynics itu
adalah pengikut ajaran sutiscanes (444-370 M). Sebagian dari ajarannnya adalah
tuhan bersih dari kebutuhan, yakni tidak membutuhkan apa-apa dan sebaik-baiknya
orang itu ialah orang yang sama akhlak nya dengan akhlak tuhan. Karenanya
dengan sepenuh kekuatannya dia memperkecil kebutuhan-kebutuhan manusiawi nya,
merasa cukup dengan sedikit, rela menderita, memandang hina kepada kekayaan,
menghindari kesenangan dan kelezatan, tidak menghiraukan kemiskinan dan
cemoohan orang, asal mereka tetap memegang keutamaan. Tokoh aliran ini yang terkenal ialah Deoganis, wafat pada
tahun 323 SM. Deoganis ini mengajarkan kepada murid-muridnya supaya mereka
membuang segala kebiasaan manusia. Deoganis sendiri berpakaian compang camping,
makan makanan buruk dan tidur di atas tanah.
Kemudian datang Plato (429-347 SM) murid Socrates. Dia menulis
banyak buku-buku yang tetap terpelihara sampai sekarang. Buku ini ditulis dalam
bentuk Tanya jawab, yang termasyhur ialah Republik. Pendapat-pendapat Plato mengenai akhlak
(etika) yang tersebar dalam bentuk Tanya jawab itu bercampur dengan
bahasan-bahasan filsafatnya serta dikemukakan atas dasar teori gambar atau
contoh. Plato berpendapat bahwa dibelakang alam wujud (fisika) ini ada alam
lain yang bersifat ruhani (metafisika) dan setiap benda yang berjasad itu
mempunyai gambar yang tidak berjasad di alam tuhan. Pendapatnya ini
dipergunakan nya didalam soal akhlak (etika).
Plato berpendapat bahwa didalam jiwa itu ada berbagai
kekuatan yang berlainan, sedang keutamaan itu timbul dari keseimbangan
kekuatan-kekuatan itu yang juga tunduk kepada akal. Menurut ajaran plato,
pokok-pokok keutamaan itu ada empat, yaitu kebujaksanan, keberanian, kesucian,
dan keadilan.
Pokok-pokok yang empat inilah yang menjadi syarat
untuk tegak dan lurusnya bangsa-bangsa maupun perseorangan. Dikalangan
bangsa-bangsa menganggap bahwa kebijaksanaan itu adalah keutamaan bagi para hakim
dan pemimpin, keberanian adalah keutamaan tentara, kesucian adalah keutamaan
rakyat, dan keadilan adalah keutamaan semua golongan. Pokok-pokok ini membatasi
setiap perbuatan manusia dan mendesaknya supaya ia berbuat dengan cara yang
sebaik-baiknya.
Kemudian datang Aristo atau Aristoteles (382-384 SM). Dia ini adalah
muridnya Plato. Dia telah
membuat aliran baru yang para penganutnya dinamakan Peripatics. Dia
mempelajari akhlak (etika) dan berpendapat bahwa tujuan terakhir yang
diusahakan dengan perbuatan manusia itu adalah kebahagiaan. Namun, pandangannya
mengenai kebahagiaan ini adalah lebih luas dan lebih tinggi dari pada aliran
utility. Menurut aristoteles cara mencapai kebahagiaan itu ialah dengan
mempergunakan kekuatan akal sebaik-baiknya.
Aristoteles juga yang telah menciptakan teori
“tengah-tengah” diantara dua keburukan, seperti dermawan adalah tengah-tengah
antara berlebihan dan kikir, dan keberanian adalah tengah-tengah antara
kecerobohan dan kekuatan.
2.
Akhlak pada Agama Nasrani
Pada akhir abad III tersebarlah Agama Nasrani di Benua Eropa, berubahlah jalan
pikiran Eropa pada waktu itu,
mereka menyebarkan pokok-pokok ajaran akhlak (etika) yang terdapat dalam kitab
taurat dengan menyatakan bahwa Allah sumber akhlak, sebab dialah yang
menciptakan segala kaidah dan patokan yang kita taati dalam segala perilaku
yang menerangkan kepada kita tentang baik dan buruk, dan kebaikan itu semuanya
adalah mencari kerelaan Allah dan melaksanakan perintah-perintahnya.
Ajaran nasrani yang terpenting yang menyalahi
ajaran-ajaran Yunani hanyalah
mengenai pendapat tentang daya kejiwaan yang mendorong manusia untuk berbuat.
Menurut para filosof Yunani daya pendorong berbuat baik itu ialah pengetahuan atau
kebijaksanaan, sedangkan menurut nasrani perbuatan baik itu timbul dari cinta
dan percaya kepada allah.
Agama nasrani memerintahkan manusia supaya dengan
sekuat tenaga membersihkan dirinya, baik pikirannya maupun perbuatannya.
Nasrani memberikan kekuasaan penuh kepada ruh atas badan dan syahwat. Karena itulah
dahulu kala sudah jadi kebiasaan bagi para pemeluk agama ini untuk
menelantarkan badan, menjauhi dunia, cenderung kepada bertapa, beribadat, dan
kerahiban.
- Akhlak pada Bangsa Romawi (abad
pertengahan)
Kehidupan masyarakat eropa di abad pertengahan dikuasai
oleh gereja. Pada waktu itu gereja berusaha memerangi filsafat yunani serta
menantang penyiaran ilmu dan kebudayaan kuno. Gereja berkeyakinan bahwa
kenyataan “hakikat” telah diterima dari wahyu. Apa yang diperintahkan oleh
wahyu tentu benar adanya. Oleh karena itu tidak ada artinya lagi penggunaan
akal pikiran untuk kegiatan penelitian. Mempergunakan filsafat boleh saja
asalkan tidak bertentangan dengan doktrin yang dikeluarkan oleh gereja, atau
memiliki persamaan dan menguatkan pendapat gereja. Diluar ketentuan seperti itu
penggunaan filsafat tidak diperkenankan.
Dengan demikian ajaran akhlak yang lahir di eropa pada
abad pertengahan itu adalah ajaran akhlak yang dibangun dari panduan antara
ajaran yunani dan ajaran nasrani. Diantara mereka yang termasyhur ialah
Abelard, seorang ahli filsafat Prancis (1079-1274).
- Akhlak pada Bangsa Arab
Bangsa Arab pada zaman Jahiliyah tidak mempunyai ahli-ahli filsafat yang
mengajak kepada aliran faham tertentu, sebagaimana yang dijumpai pada bangsa
Yunani dan Romawi. Hal yang demikian sebagai akibat dari tidak
berkembangnya kegiatan ilmiah dikalangan masyarakat arab. Pada masa itu bangsa
arab hanya mempunyai ahli-ahli hikmah dan ahli syair. Didalam kata-kata hikmah
dan syair tersebut dapat dijumpai ajaran yang memerintahkan agar berbuat baik
dan menjauhi keburukan, mendorong pada perbuatan yang tercela dan hina.
5.
Perspektif Filusuf Etika Barat
Beberapa ahli sejarah filsafat, mislanya Prof. Rabobart, berupaya
memaparkan isu-isu penting yang menjadi perhatian para filsuf etika di barat,
diantaranya mengenai norma akhlak. Tujuan norma akhlak menurut filsuf etika
adalah daya obligatif yang memiliki
kekuasaan suprematif terhadap manusia dan perbuatan yang dilakukannya sebab ia
mendorongnya untuk melakukan perbuatan tertentu. Dengan bahasa lain, norma
akhlak adalah hubungan antara keinginan manusia dengan perbuatan yang
dilakukannya disertai pembatasan hubungan dan jangkauan pengaruhnya pada
perilaku.
Para
filsuf etika memiliki pendapat yang beragam dalam permasalahan ini. Sebagian
diantara mereka mengajukan teori al-qānūn adz-dzati bahwa manusia
menyimpan sebuah kekuatan dalam dirinya yang digunakannya untuk membedakan
antara yang benar dan salah,menunjukkannya pada kewajiban, dan mendorongnya
untuk melakukannya. Robobart mengatakan: sebagian kalangan mengatakan bahwa
norma akhlak ada dalam diri kita sendiri, dan ia merupakan suara batin yang
memandu kita bagaimana membedakan antara kebenaran dan kebatilan. Qanun
etika bersumber dari diri kita, dan digodok oleh kekuatan dalam diri kita. Ia
menetap dalam relung-relung diri kita, membantu kita menyingkirkan sekat-sekat
lahiriyah hingga kita bisa mencapai idrāk al-wājib (pemahaman mengenai
apa yang seharusnya dilakukan). Aturan atau norma akhlak ini memandu kita dalam
berbuat dan ia mempunyai dominasi kuat atas sumber-sumber kekuasaan lainnya.
Teori ini disebut teori al-qānūn adz-dzati karena mengandaikan adanya qanun
etika/akhlak dalam tabi’at manusia. Sementara, sebagian kaum filusuf etis
menganggap suara batin ini sebagai suara akal sehingga mereka kemudian dikenal
dengan sebutan kaum rasional (al-‘aqliyīn).
Ada
lagi teori lain yang disebut oleh kalangan filusuf etika dengan nama teori
norma eksternal. Para pengusungnya berpendapat bahwa ada kekuatan eksternal di
luar diri manusia yang mendorongnya untuk berbuat dengan otoritas yang
dimilikinya terhadap perilakunya. Sebagian diantara mereka otoritas ini sebagai
agama, sementara yang lain mendefinisikannya sebagai hukum konvensional. Prof.
Rabobart mengatakan : “berkebalikan dengan teori norma personal (al-qānūn
adz-dzati) ada teori norma eksternal (al-qānūn al-khāriji). Ia
meletakkan norma akhlak dan otoritasnya di tangan otoritas luar. Teori ini
menyatakan bahwa rasa takut kepada tuhan semesta alam, takut pada makhluk
(manusia), dan hasrat memperoleh pahala dari allah dan kebaikan dari manusia,
adalah dasar kewajiban-kewajiban moral, dan ia merupakan otoritas yang
mendorong seseorang untuk mematuhi aturan etika. Aturan etis dan kaidah-kaidah
yang menjelaskan perilaku etika (norma) bersumber dari kekuatan eksternal,
bukan dari kekuatan dalam diri kita, seperti kehendak tuhan dan pranata sosial.
Singkatnya,
kalangan filsuf etika barat yang membahas teori-teori mengenai norma akhlak
bagi perilaku manusia dan otoritas (pengaruh) yang dimilikinya pada perilaku
perbuatan berkesimpulan bahwa otoritas tersebut adalah akal, atau perasaan atau
hukum konvensional, atau agama.
6.
Perspektif Etikawan
Muslim
Sebagian
ulama muslim, diantaranya Prof. Manshur Rajab, berpendapat bahwa norma akhlak
berarti sesuatu yang dijadikan tolok ukur untuk memberikan penilaian saat
terjadi pertentangan antar berbagai pola perilaku bahwa pola ini lebih baik
dari pola itu.
Pertama-tama
ia mengajukan pertanyaan hipotesis dengan apa kita mengukur akhlak manusia?
kemudian melansir sejumlah norma (tolok ukur) yang bervariatif sebagai dasar
penilaian. Ia mengatakan : “Dengan apa kita menilai baik buruk perilaku
perbuatan manusia? apakah kita mengukurnya dengan tolok ukur pendapat personal
(seorang filsuf)? Baik hukum konvensional buatan manusia maupun hukum samawi
yang turun melalui proses pewahyuan.?
Setelah semua itu, Prof. Rajab kemudian menetapkan sebuah kesimpulan
penting bahwa pendapat personal para filsuf, tradisi masyarakat setempat, dan
hukum konvensional tidak layak dijadikan sebagai norma akhlak sebab standar
etika yang valid harus bersifat baku, alias tidak berubah-ubah, dan bersifat
umum hingga bisa diterapkan bagi segenap manusia tanpa pandang bulu, tempat dan
waktu.
Jelasnya, pendapat kaum filsuf hanyalah sekedar pendapat pribadi, dan
mereka saling mengeritik satu sama lain sehingga pendapat mereka mengenai etika
pun beragam sebagaimana halnya keragaman wacana yang mereka angkat. Kemudian,
tradisi juga berbeda-beda antar satu masyarakat dengan masyarakat yang lain,
disamping karena faktor perbedaan waktu. Sementara hukum konvensional merupakan
produk hukum manusia yang bisa salah dan bisa benar, dan hukum-hukum
konvensional ini pun beragam sesuai dengan keragaman visi pembuatnya. Oleh
karena itu, ketiganya tidak layak dijadikan sebagai norma akhlak yang shahih.
Adapun norma akhlak yang shahih adalah agama sebab ia merupakan wahyu dari
tuhan, dan dia tentu saja lebih mengetahui perundang-undangan atau aturan hukum
yang tepat dan bermaslahat bagi umat manusia, serta lebih mengerti soal
aturan-aturan peribadatan maupun perilaku-perilaku mulia yang bisa menyantunkan
diri mereka dan meluruskan akhlak mereka. Dan semua itu berlandaskan prinsip
iman dan islam.
B.
Karakteristik Akhlak
Islam
Akhlāqul karīmah mempunyai karakteristik yang jelas dan nyata bagi pelakunya. Ajaran
akhlak diterapkan secara sungguh-sungguh diharapkan bisa menyelamatkan dunia
yang terpecah-pecah dalam berbagai bagian. Perpecahan saling mengintai dan
berbagai krisis yang belum diketahui bagaimana cara mengatasinya.
Tidak mudah membahas karakteristik ajaran akhlāqul karimah, karena
ruag lingkupnya sangat luas, mencangkup berbagai aspek kehidupan manusia. Karakteristik ajaran akhlaqul
karimah, mengacu pada karakteristik ajaran islam dalam bidang ilmu dan
kebudayaan, pendidikan, sosial, ekonomi, kesehatan, politik, pekerjaan, dan
berbagai disiplin ilmu. Karakteristik ajaran akhlaqul karimah ialah
suatu karakter yang harus dimiliki oleh seorang muslim dengan berdasarkan Al-Quran dan Al-Hadis dalam berbagai
bidang ilmu, kebudayaan, pendidikan, sosial, ekonomi,kesehatan, politik,
pekerjaan, disiplin ilmu dan berbagai macam ilmu khusus. Karakteristik ini
banyak terdapat di dalam sumber-sumber ajaran Al-Quran dan Hadis. Kedua sumber ini telah menjadi pedoman
hidup bagi setiap umat islam. Aspek-aspek aklaqul karimah ini diberi
karakter tersendiri dalam berbagai ilmu pengetahuan, ekonomi, sosial, politik,
pekerjaan, kesehatan, dan disiplin ilmu untuk sepanjang masa.
Perhatian ajaran islam terhadap pembinaan akhlak ini lebih lanjut dapat
dilihat dari kandungan Al-Qur’an yang banyak sekali berkaitan dengan perintah
untuk melakukan kebaikan, berbuat adil,
menyuruh berbuat baik, dan mencegah melakukan kejahatan dan kemungkaran.
Perhatikanlah
ayat-ayat di bawah ini:
إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُ
بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاء ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاء
وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ (90)
“Sesungguhnya Allah Menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi
bantuan kepada kerabat, dan Dia Melarang (melakukan) perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia Memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat
mengambil pelajaran.” (QS. An-Nahl [16]: 90).
Persoalan Akhlak didalam
Islam banyak dibicarakan dan dimuat dalam Al-Qur'an dan al-Hadis. Sumber
tersebut merupakan batasan-batasan dalam
tindakan sehari-hari bagi manusia. Ada yang menjelaskan arti baik dan buruk.
Memberi informasi kepada umat, apa yang semestinya harus diperbuat dan
bagaimana harus bertindak. Sehingga dengan mudah dapat diketahui, apakah
perbuatan itu terpuji atau tercela, benar atau salah.
Kita
telah mengetahui bahwa akhlak islam itu merupakan sistem moral/akhlak yang
berdasarkan Islam, yakni bersumber dari akidah yang diwahyukan Allah kepada
para Nabi dan Rasul-Nya yang kemudian disampaikan kepada umatnya. Akhlak Islam,
karena merupakan sistem akhlak yang berdasarkan kepercayaan kepada tuhan, maka
tentunya sesuai pula dengan dasar agama itu sendiri. Dengan demikian,
dasar/sumber pokok akhlak Islam adalah al-Qur'an dan Hadis yang merupakan
sumber utama dari agama Islam itu sendiri.
Akhlak islam bersifat
mengarahkan, membimbing, mendorong, membangun peradaban manusia dan mengobati
bagi penyakit sosial dari jiwa dan mental. Tujuan berakhlak yang baik untuk
mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dua simbolis tujuan inilah yang
diidamkan manusia bukan semata berakhlak secara islami hanya bertujuan untuk
kebahagiaan dunia saja. Dalam ajaran islam mempunyai ciri-ciri akhlak
islamiyah, yaitu:
a)
Kebajikan yang mutlak
Islam menjamin kebajikan yang mutlak.
Karena Islam telah menciptakan akhlak yang luhur. Ia menjamin kebajikan yang
murni baik untuk perorangan atau masyarakat pada setiap keadaan, dan waktu
bagaimana pun. Sebaliknya, akhlak yang diciptakan manusia tidak dapat menjamin
kebajikan dan hanya mementingkan diri sendiri.
b)
Kebaikan yang menyeluruh
Akhlak Islami menjamin kebaikan untuk
seluruh umat manusia. Baik segala zaman, semua tempat, mudah dan tidak
mengandung kesulitan, dan tidak mengandung perintah berat yang tidak dikerjakan
oleh umat manusia diluar kemampuannya. Islam menciptakan akhlak yang mulia
sehingga dapat dirasakan sesuai dengan jiwa manusia dan dapat diterima akal
yang sehat.
c)
Kemantapan
Akhlak Islamiyah menjamin kebaikan yang
mutlak dan sesuai pada diri manusia. Ia bersifat tetap, langgeng dan mantap,
sebab yang menciptakan Tuhan yang bijaksana, yang selalu memeliharanya dengan
kebaikan yang mutlak. Akan tetapi akhlak manusia berubah-ubah dan tidak selalu
sama sesuai dengan kepentingan masyarakat dalam satu zaman atau satu bangsa.
Sebagai contoh aliran materialisme dan sebagainya.
d)
Kewajiban yang dipatuhi
Akhlak yang bersumber dari agama Islam
wajib ditaati manusia. Sebab, ia mempunyai daya kekuatan yang tinggi menguasai
lahir batin dan dalam keadaan suka dan duka, juga tunduk pada kekuasaan rohani
yang dapat mendorong untuk tetap berpegang kepadanya. Juga sebagai perangsang
untuk berbuat kebaikan yang diiringi dengan pahala dan mencegah perbuatan
jahat, karena takut siksaan Allah SWT.
e)
Pengawasan menyeluruh
Agama Islam adalah pengawas hati nurani
dan akal yang sehat. Islam menghargai hati nurani bukan dijadikan tolak ukur
dalam menetapkan beberapa usaha.
Dengan demikian, akhlak islami
mengarah kepada status pribadi yang berada pada kelompok sosial yang beraneka
ragam. Fungsi, peran dan bagaimana semestinya berperilaku pada posisi(kedudukan)
dalam kelompok sosial tersebut. Dengan adanya akhlak islami, dapat menghindari
kekeliruan dalam bertindak.
Daftar
Pustaka
Abdullah,
M. Yatimin. Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta : Amzah, 2007)
Damanhuri.
Akhlak Perspektif Tasawuf Syeikh Abdurrauf As-Singkili. (Jakarta : Lectura
Press, 2014)
Fauqi
Hajjaj, Muhammad. Tasawuf Islam dan Akhlak.(Jakarta: Amzah,2011)
Nata,
Abuddin. Akhlak Tasawuf. (Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2012)
M.
Musthafa, Akhlak Tasawuf (Bandung:2014)
Zahruddin
AR Dkk. Pengantar Studi Akhlak. (Jakarta : PT Rajagrafindo persada,
2004)
Makalah ini disusun oleh :
1.
Ahmad Nasuki (11140110000068)
2.
Sholihin
Firdaus (11140110000038)
3.
Antin Java Turis Repmi
Tamsih (11140110000103)
4.
Siti Rohemi (11140110000007)
Mata
Kuliah Aqidah Akhlak “Sejarah dan Karakteristik Ilmu
Akhlak “